Sejarah KOPRI
SEJARAH
KOPRI
Pada
saat PMII didirikan KOPRI memang belum ada. Yang ada hanya divisi keputrian.
Hal ini bukan lantaran peran perempuan sangat kecil, melainkan lebih dikarenakn
kepraktisan semata. Maksudnya dalam divisi keputrian ini dikalangan perempuan
PMII bisa lebih fokus memusatkan perhatiannya menangani masalah-masalah yang
berkaitan dengan dunianya. Sayang, saat itu dunia perempuan hanya sebatas
menjahit, memasak dan dapur.
Dalam
divisi keputrian tadi, yang menangani semua permasalahan didalamnya tentu saja
harus perempuan. Namun walau demikian tidak menutup kemungkinan perempuan
menempati posisi di struktur PMII. Tapi lagi-lagi karena kesiapan SDM dan
profesionalitas perempuan yang kurang menyebabkan jumlah mereka secara
kuantitias masih sedikit. Dimaklumi, karena waktu itu memang sangat sedikit
kaum perempuan yang dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi.
Kondisi yang terjadi saat itu antara laki-laki dan perempuan saling
bahu-membahu (guyub) dalam menutupi kekurangan di organisasi. Termasuk
pula guyub dalam pengambilan keputusan serta beberapa hal yang
mengharuskan mereka bekerja sama mempertaruhkan nama organisasi.
Lahirnya
KOPRI berawal dari keinginan kaum perempuan untuk memiliki ruang sendiri dalam
beraktifitas, sehingga mereka dapat bebas mengeluarkan pendapat atau apapun. Keinginan
tersebut didukung sepenuhnya oleh kaum laki-laki saat itu. Corps Pergerakan
Mahasiswa Islam Indonesia Poetri (COPRI) lahir pada tanggal 25 November 1967 di
Semarang, dengan status semi otonom yang sebelumnya merupakan follow up atas
dilaksanakannya Training Kursus keputrian di Jakarta pada tanggal 16 Februari
1966 yang melahirkan Panca Norma KOPRI.
Disisi
lain, kondisi gerakan perempuan pada saat berdirinya KOPRI baru sebatas
emansipasi perempuan dalam bidang sosial dan kemasyarakatan. Misalnya di NU,
kita mengenal Muslimat yang hanya mengadakan kegiatan pengabdian sosial
kemasyarakatan. Dalam tahap awal berdirinya, KOPRI banyak mengadopsi dan
melakukan kerjasama dengan Muslimat, serta beberapa organisasi perempuan lain
yang sudah lebih dahulu ada saat itu, seperti Kongres Wanita Indonesia (KOWANI)
maupun Korp HMI-Wati (KOHATI).40 Pada saat pertama kali berdiri, sebagaimana
organisasi perempuan yang ada pada waktu itu, KOPRI hanya semata-mata sebagai
wadah mobilisasi perempuan. Alasan mengapa ada KOPRI tak lain karena dirasa
perlu untuk mengorganisir kekuatan perempuan PMII untuk bisa menopang
organisasi yang menaunginya (PMII). Hal ini seperti juga terjadi di
organisasi-organisasi lain baik organisasi mahasiswa, ormas keagamaan, dan
organisasi politik.
Akan
tetapi ada pada perkembangan selanjutnya menunjukkan hubungan yang dianggap
problematis. Dengan gagasan otonomisasi di tingkat pusat (Pengurus Besar)
sekilas nampak dualisme organisasi, karena KOPRI memiliki program terpisah dan
kebijakan yang berbeda dari PMII. Beberapa kalangan menganggap perkembangan ini
sebagai suatu yang positif, karena KOPRI telah bergerak dari organisasi dengan
pola ketergantungan terhadap PMII menuju organisasi yang mandiri. Sedangkan
kalangan lain menanggapi dengan nada minor, karena KOPRI dianggap melakukan
pelanggaran konstitusi dan telah menjadi kendaraan politik menuju posisi
strategis di PMII. Arus gerakan perempuan pada umumnya sangat memberi warna
pada perkembangan yang terjadi dalam KOPRI. Untuk menjelaskan bagaimana
realitas kondisi KOPRI, tidak lepas dengan bagaimana paradigma gerakan
perempuan di Indonesia.
Yang
perlu diketahui lagi bahwa historis struktural yang mendorong lahirnya KOPRI
sebagai organisasi ekstra kampus yang nota bene merupakan kumpulan intelektual
muda, dimana pada perkembangan awalnya perempuan di PMII masih termasuk dalam
bidang keputrian. Tapi dengan kebutuhan serta didukung adanya kualitas dan
kuantitas yang ada, menimbulkan keinginan yang tidak terbendung untuk
mendirikan KOPRI sebagai otonom di PMII. Alasannya adalah sebagai upaya guna
peningkatan partisipasi perempuan serta pengembangan wawasan wilayah-wilayah
kerja sosial kemasyarakatan.
Komentar
Posting Komentar